Rabu, 27 Januari 2010

benteng pertahanan bahasa dan budaya jawa

Setelah melangkahkan kaki masuk dalam ruang kaca seakan terbawa pada pada era tahun perjuangan dimana dendangan lagu lawas, tulisan jawa terpajang di salah satu ruang redaksi, dan tak kalah menariknya cetakan pertama sebagai bentuk kebanggaan di pajang di salah satu sudut ruangan kantor penyebar semangat di jalan bubutan Surabaya.
Penyebar majalah yang terlahir 2 September 1933. Oplahnya masih membubung sekalipun usianya sudah 77 tahun. Di antara 30.000 eksemplar setiap minggunya, selain di Indonesia penyebar semangat juga dikirim ke Suriname hingga dibaca di Negeri Belanda. Inilah satu-satunya media massa tertua di Indonesia yang masih bisa dinikmati. menjadi koleksi sejumlah museum pers di negeri manca.
“Dalam sejarahnya, inilah majalah agitasi dan pembakar semangat rakyat untuk melawan penjajah namun sekarang jamanya sudah berbedah dimana penyebar semangat memiliki misi untuk mempertahankan budaya dan bahasa jawa ,” Winyono harjo (65) staf redaksi dengan semangat yang dimiliki seakan menghilangan kerut di wajahnya, beberapa waktu lalu kepada saya.
Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah tidak menciutkan pada jajaran redaksi Penjebar Semangat. Salah satu penyebabnya, adalah masih adanya modal usaha yang berhasil dikumpulkan di masa majalah itu masih jaya. Seperti aset mesin cetak dan gedung perkantoran di lokasi pusat kota Surabaya yang dimiliki majalah itu. "Sekarang, kami berpikir bagaimana redaksi menjaga eksistensi majalah ini dengan tetap terbit," kata Winyono harjo
Untuk mempertahankan suatu budaya dan bahasa jawa di jaman globalisasi seperti ini tidaklah mudah tidak cukup dengan satu media saja dimana kita harus merasa memiliki budaya kita sendiri dengan menggunakan setiap hari dan tetap memperkenalkan pada generasi mudah.

Tidak ada komentar: